Kasus penyitaan dan penyegelan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) kepada beberapa mobil di DPP PKS, pada hari Senin Malam
(6/5). Dan dilanjutkan pada keesokan harinya, Selasa (7/5). Di DPP PKS,
Jl TB Simatupang.
Menjadi sorotan publik, KPK telah melakukan pelanggaran prosedur dengan tidak membawa surat penyitaan. Parahnya, Juru Bicara (Jubir) KPK, Johan Budi. Selalu menjelaskan bahwa KPK telah membawa identitas jelas, dan termasuk penyitaan.
“Surat penyitaan ada dan ditunjukan waktu di situ,“ kata Johan saat dihubungi wartawan, Rabu (8/5/2013).
Namun, security DPP PKS membantah bahwa para petugas KPK itu datang
membawa surat penyitaan. Bahkan satuan pengamanan DPP PKS, tak melihat
ada tanda pengenal bahwa para petugas KPK itu adalah orang KPK, kecuali
hanya berkata memperkenalkan diri saja. Dengan berkata "Saya dari KPK,
Ingin menyegel dan menyita mobil yang ada disini," ucap Security DPP
PKS.
Ketika diminta surat penyitaan oleh petugas Security DPP PKS, para penyidik KPK hanya mengatakan "Nanti menyusul,"
“Enggak pakai surat juga kita bisa sita, kata salah satu orang KPK
itu,” tutur Jamaludin, petugas Kantor DPP PKS di Jakarta, Jumat
(10/5/2013).
Bahkan dengan arogansinya, petugas KPK itu mengancam akan menyegel gedung DPP PKS.
Indriyanto Seno Adji, salah satu pakar hukum pidana dari Universitas
Indonesia (UI) menyayangkan langkah KPK yang terkesan ragu-ragu dalam
penyitaan sejumlah mobil di kantor DPP PKS.
"Ada keraguan karena
proses penyitaan yang dianggap menyimpang dalam praktik lapangan," kata
Indriyanto, di Jakarta, Jumat (10/5).
Menurutnya, KPK layak mempidanakan pihak-pihak yang menghalang-halangi penyitaan, karena
melanggar Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dengan demikian, KPK diharapkan tidak ragu melaksanakan wewenangnya.
Apalagi dalam proses penyitaan, penyidik KPK telah membawa surat-surat
lengkap, antara lain surat penyitaan dan kelengkapan identitas penyidik.
"Kalau penyitaan dianggap sebagai bagian penyidikan, maka menghalangi
proses penyitaan sebagai bagian dari penyidikan dianggap melanggar Pasal
21 UU Tipikor," katanya.
Ia mengisyaratkan bahwa keraguan KPK dalam
melakukan penyitaan beberapa mobil di DPP PKS, bisa jadi memang KPK
telah melakukan pelanggaran prosedural hukum.
Beberapa kali, jubir
KPK, Johan Budi. Saat dialog dibeberapa televisi swasta, mengatakan
bahwa KPK mempunyai format surat penyitaan sendiri, dan tidak diperlukan
oleh pengadilan.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan penjelasan
dari Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, dalam kasus Simulotor Sim,
dalam penggeledahan dan penyitaan oleh penyidik KPK di Kantor Korlantas
Polri.
"KPK melakukan penggeledahan dan sudah dapat izin dari
pengadilan. Itu izin penggeledahan dan penyitaaan. Dengan izin itu maka
sah-lah upaya hukum penggeledahan dan penyitaan," kata Bambang di
kantornya, Jakarta, Rabu (1/8). Bagi Bambang, yang terpenting adalah
barang bukti sudah di tangan KPK. "Cuma yang penting, barbuk itu
sekarang sudah di KPK semua dan itu juga sudah dijaga bersama-sama
(dengan Polri)."
Sangat aneh, jika Johan Budi mengatakan tidak
dibutuhkan surat penyitaan dari pengadilan, dalam kasus penyitaan mobil
di DPP PKS. Sedangkan KPK sendiri memerlukan surat izin dari pengadilan
untuk penggeledahan dan penyitaan saat melakukan tugasnya di kantor
Korlantas Polri. Padahal dua-duanya mempunyai kesamaan, yaitu
penggeledahan dan penyitaan pada sebuah kantor institusi.
Jika di
kantor Korlantas Polri saja, KPK membutuhkan surat penggeledahan dan
penyitaan, sebagaiman prosedur hukum. Lalu di kantor DPP PKS, tim
penyidik KPK malah terlihat seperti preman, dengan tidak memperlihatkan
surat penyitaan, bahkan mengatakan akan menyegel seluruh gedung DPP PKS.
Dengan begitu, sangat jelas ada upaya hukum yang diskriminatif KPK
terhadap PKS.
Sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=10151486629268710&set=a.380216533709.161121.165618903709&type=1
0 komentar:
Posting Komentar